Pagi pagi tadi aku menjumpainya dari bilik jendela, Laki laki itu sudah bangun dari tidurnya. Melihatnya melakukan aktifitas pagi seperti yang biasa ia lakukan. Sebentar sebantar, ia mengobrol dengan ibu. Membicarakan soal masa depan. Membicarakan jika anak keduanya pergi kuliah. Betapa sepinya rumah. betapa sunyinya kata. Bapak pernah mengalami hal ini dulu. Kala ia hanya memailiki anak laki laki pertamanya itu. Namun berbeda dengan sekarang, Kedua anak laki lakinya akan pergi dari rumah. Untuk berkerja dan belajar bertarung dengan hidup.
Sembari ibu membawakan teh hangat untuk bapak. Aku sedikit demi sedikit melihat kesedihanya. Kesedihan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Kesedihan yang tersamar dari tubuh kekar dan raut muka yang biasa biasa saja.
Tidak lama, aku mulai bangkit dan menuju ke percakapan panjang ibu dan bapak. Disana bapak tidak lagi memasang raut wajah kesedihanya. Menyembunyikan prasaanya kala anak laki lakinya ikut duduk berbincang. Dia menyembunyikan dengan sangat baik, dengan sangat rapi. Ibupun menyadari tentang hal itu. Kadang kadang ia melempar senyum kala aku sedang berbincang mengenai sekolahku.
Kadang sekali aku melihat bapak seperti ini, Kadang juga aku merasa tidak ingin pergi jauh dari rumah ini. Sebab jika aku pergi nanti, siapa yang akan mengurus keduanya. Siapa yang mengurus rumah ini.
Namun dari mata bapak, Aku mengerti dia ingin anaknya yang satu ini, menjadi lebih baik . Menjadi laki laki yang lebih bertanggung jawab. Karna esok jika aku sudah menjapai puncak kehidupanku. Aku akan lebih mudah merawat keduanya. Mungkin itu yang ada di fikian bapak sekarang.
Yusuf Hafizh || 28 Januariy 2017
No comments:
Post a Comment