Monokrom : Pada Akhirnya Matahari Juga Akan Pergi

Disatu pagi kulihat matahari tak lagi muncul, saat itu aku bertanya pada diriku sendiri, Apa aku bangun terlalu pagi? atau langit sedang bersekongkol untuk menggagalkan pentemuanku dengannya? 

aku buka jendela rumah dan yang aku dapati hanya langit hitam bersama bintang bintang, rasanya hari ini aku bangun terlalu pagi. kuputuskan untuk keluar dan menunggu bersama secangkir teh dan juga sepotong roti. aku duduk menunggu bersama kursi tua dan meja yang telah lapuk bersama rayap yang mengerogotinya.

Aku menunggunya sudah hampir tiga jam, aku mulai resah. aku mulai beranjak berdiri dan mondar mandir seperti manusia yang sedang lalai. Apa matahari meninggalkan ku atau memang hari ini dia tidak terbit lagi? lalu, aku sadar bahwa disatu sore yang cerah kemarin, aku tak sempat memperhatikannya. atau mungkin kemarin adalah senja terakhir untukku? 

Memang benar yang dikatakan langit, terkadang kita merasa bahwa sesuatu itu penting ketika dia telah hilang dan hari ini aku sadar bahwa aku lupa memberi salam kepada matahari kemarin sore. Aku tidak menepati janjiku untuk datang bersama membuat senja agar lebih berwarna, aku sibuk dengan duniaku sendiri hingga aku sadar bahwa ia menitipkan harapanya kepada bulan malam itu. Aku merasa menjadi suatu yang bodoh, tak sempat menikmati detik-detik perpisahan ku dengannya. 

Aku tetap menunggunya, Rasanya seluruh lautan mulai membeku seperti hatiku dikutup utara. Aku mulai menyadari sesuatu dan kurasa ini sudah terlambat. Bahwa, yang aku tunggu hari ini bisajadi tak akan pernah datang lagi. Segala sesuatu hilang berhebus bersama angin dan dinginnya malam. aku menyesal bahkan belum cukup dari itu aku tak mengambil kesempatan.

Aku kembali masuk kedalam rumah. melangkah dengan hati-hati. dan aku menyadari bahwa yang telah pergi bisa jadi tidak akan kembali. aku kembali kepada rumah yang kusebut kenangan dan masa lalu. dan aku mulai membeku didalamnya.