Kisah Tentang Hujan


Breaking News

Ads

Tuesday, February 13, 2018

Surat Sajak : Sebuah Kisah Dari Yang Pernah Singgah




Selamat sore, bagaimana kabarmu, Mas ? Tiba-tiba saja pikiran kosong menerpaku, menjelajah ingatan-ingatan tentang kenangan yg lalu. Saat-saat aku tak pernah menyadari bahwa waktu berlalu begitu cepat. Hampir satu tahun lalu, 8 Mei 2017 aku dan kamu menikmati mentari berkeliling menaiki motor, berboncengan. Aku yg dipenuhi senyuman, senyuman yg tak sadar bahwa itu adalah kebersamaan terakhir kita, kebersamaan merangkum tawa, bertukar cerita, berdebat, dan apalah itu tapi begitu membahagiakan. Meski terkadang aku harus sering mengalah karena kamu yg tak pernah mau aku sanggah.


Kamu begitu menyebalkan, tapi selalu menciptakan kebahagiaan lewat kata dari setiap cerita-ceritamu. Apakah kamu masih ingat perkenalan pertama kita ? Bukanlah hal yg penting bagimu untuk mengingatnya, tapi teramat menggelikan ketika aku kembali bertemu dengan sapaan itu. Setelahnya aku sering mencari alasan lewat kata-kata bijak agar bisa merayumu untuk berangkat bersama ke sekolah yg sama, ya yg dulu menjadi almamatermu juga dan menjadi awal dari semua kisah ini. Namun sekarang aku hanya bisa berharap dari rumah agar mampu melihat gurat wajahmu ketika melintasi rumah itu, rumah yg pernah aku singgahi sejenak untuk bertemu denganmu lewat flashdisk itu, rumah yg pernah kau tawarkan untuk aku mampir karena setelah ini kita akan sangat jarang bahkan tidak lagi akan pernah bertemu meski sekedar menyapa.


Aku masih mengingat semua, tentang awal cerita ini. Tapi, kamu tak pernah lagi ingin bernostalgia dan tertawa bersamaku, untuk mengingat cerita-cerita yg kita bangun di tengah riuhnya jalan, teriknya matahari, dan dinginnya udara di tengah hujan lebat itu. 


Aku begitu ingin menyapamu kala itu, ketika mata ini selalu saja tau akan kedatanganmu, hati yg dulu bahagia ketika melihat keberadaanmu yang sebenarnya masih sama hari itu 28 Januari 2018 , begitu ingin bertegur sapa denganmu, menceritakan hari-hari yg telah jauh berbeda, namun bibir ini begitu berat terbuka. Seketika aku teringat tentangmu, menyimpan segala pemberian dariku, termasuk mawar putih itu. Yg kupikir meskipun akan layu, tapi kuyakin tidak denganmu.
Apa kamu masih menyimpannya? 


Beberapa minggu lalu, aku melewati jalan itu. Jalan panjang, menanjak dan menurun yg dulu pernah kita lintasi,sebenarnya tanpa harus jauh-jauh mencari kenangan tentang kita, motor vario merah itu lebih banyak menyimpan cerita, karena dia mendengar setiap tawa dan cerita-ceritamu itu. Dia pun melihat ketika kamu membawaku kesebuah tempat pinggiran telaga, membelikan eskrim, mengobrol, mengambil gambarku dengan sengaja tanpa meminta dan memberi aba-aba (bukan start lari), melihat bibirku yg comot karena eskrim itu dan membelikanku tissue.  Aku rindu, tawa kata cerita.

Milikmu yg takkan dimiliki orang lain, aku selalu menciptakan duniaku sendiri tentang sosokmu, percaya bahwa kamu tak seperti apa yg orang kata, Aku pernah menikmati wajah polosmu, tertidur, kesakitan, memegang alih ponselmu. Yg saat ini, itu hanyalah impian yg terlalu naif jika aku menginginkannya.


Aku kembali menulis, karena ingatan tentang kisah setahun lalu takkan terlupakan, sampai saat ini aku masih mengkhawatirkanmu, bertanya-tanya tentang kabar dan kisahmu, aku ingin bertemu dengan senyuman itu, lagi.

Curahan Teman Lama
Madiun 13 Februari 2018

No comments:

Post a Comment