Sore itu kamu menelfonku. Berkata bahwa aku disuruh datang menemui ayahmu dirumah. Hujan saat itu sedang deras derasnya kusempatkan meminjam jas hujan ketetangga sebelah. Jantunggku berdegup kencang saat itu, lantas sebelum berangkat kusempatkan berdoa. Kuterjang hujan sambil berkendara dengan hati hati. tak beberapa lama aku sampai didepan rumahmu saat itu hanya gerimis. Kuketuk pintu rumahmu tak kunjung ada jawaban. Kucoba lagi ternyata ibumu yang datang membukakan. Prasaanku sangat kacau. Seperti bukan rumah yang aku kunjungi sebelumnya. Bibirku sulit berkata kata.
"Silahkan masuk nak, bapak sudah menunggu di ruang tamu.
"Oh, Iya bu"
Tak lupa aku bersalaman kepada ibumu dan menuju ruang tamu. Aku duduk pada kursi yang sama setiapkali aku datang. Nafasku mulai tak beraturan, Fikiranku mulai kacau. Keringat mulai keluar perlahan lahan, dingin sekali rasanya. Tak lama aku memulai perbincangan. Mulai terasa hangat dan percakapan mulai menemukan titik temu. Dan kekhawatiranku hari ini terjawab. Aku pergi tanpa mengatakan salam perpisahan kepadamu. Tanpa memberikan penjelasan apapun kepadamu. Kupikir setelah aku pulang setiap pertanyaanmu hari ini telah dijawab oleh ayahmu sendiri.
Hari ini setelah sekian lama tak bertemu kamu memberikan sejuta pertanyaan.
Ayahmu berkata bahwa yang terbaik untuk putrinya bukanlah segala hal yang ada padaku. Aku gagal meyakinkan ayahmu. Setelah apa yang aku upayakan saat itu ternyata tak mengubah pendiriannya. Memang saat itu aku masih berjuang, berproses, bertumbuh. Akan tetapi ayahmu tidak mau tahu tentang itu. Dan aku tau bahwa seorang ayah selalu mencari yang terbaik untuk putrinya.
Kupikir itu telah menjawab semua pertanyaanmu. Kamu pantas menerima yang terbaik dan aku pantas mengiklaskanmu. Tak harus bersamaku untuk menyempurnakan ibadahmu, kau dapat melakukannya dengan siapapun. Selepas hari ini, semoga kita sama sama belajar dari semua kejadian itu, Selepas semua yang kita rasakan, Semoga kita lebih memahami apa yang terbaik untuk diri kita.
No comments:
Post a Comment